Fenomena Sosial di Era Digitalisasi

Image
           Tentang Literasi  Martha C. Pengington ( 1996:186 ) mengatakan bahwa, secara fakta dokumen tertulis dapat survive lebih lama dibandingkan manusia itu sendiri, karena bahasa tulisan mudah dipelihara dari generasi sesuatu ke generasi berikutnya. 

LENTERA YANG PADAM

 


LENTERA 

OLEH

EKALAYA IRPAN PAMUJI,S.Sos

 

 

Waktu terus berjalan, hari berganti, bulan pun bersinar, tahun pun berganti. Mendidik diibaratkan seperti putaran waktu. Selalu berubah perdetik. Ada masa menyenangkan, ada pula masa menyakitkan. Mendidik adalah jiwa bagi seorang guru. Ia lahir dari hati yang paling dalam. Tak mengenal waktu, tak mengenal tempat, ia selalu berbicara tak kala hal yang tidak pantas ia temukan.

Di Era Pandemi ini sudah nampak terasa bahaya latin yang tersembunyi pasca belajar ala Daring. Ganguan sikis dialami sebagian Peserta didik. Mulai dari sikap malas, ketidak hadiran  siswa terkadang diambang  batas, bolos, lompat pagar, bahkan rasa hormat dan menghargai guru sudah pudar.

Kata miris dan kwatir tidak cukup diresapi didalam hati,  itu pun jika ada rasa dalam jiwa. Guru adalah sebuah kata yang sangat mulia. Ia adalah sosok seseorang yang dijadikan tauladan dan panutan.

Berkaca dari kegiatan KBM yang sudah dilaksanakan dalam semester Genap ini, nampak nyata dan membekas dalam  lara. Mengapa bisa terjadi.. pemandangan umum peserta didik  memparkirkan motornya di luar lingkungan sekolah.  Dengan  mudah agar memudahkan niatnya peserta didik pulang belum waktunya. Lompat pagar lalu kabur dengan mudahnya, seperti tanpa beban dan dosa.

Bukan pihak sekolah membiarkan atau tidak ada tindakan. Hari – hari kesiswaan mengempeskan roda ban yang parkir sembarangan. Ditambah lagi cara berpikir oknum masyarakat luar kurang mendukung program kesiswaan.

Dilematis, miris melihat keadaan ada sebagian guru mengkambing hitamkan tugas kesiswaan, ada lagi oknum guru hanya NATO ( No Action talk Only ).  Serba kompleks.. bagi saya ini adalah sebuah tantangan kebetulan ini adalah tugas saya selaku kesiswaan. Kompor mengompor jadi bola panas dalam tindakan. Foto dan memposting kesalahan siswa menjadi  Es krim dikala dahaga. Bukanya menyelesaikan masalah bahkan memperkeruh masalah.

Sinyal tak sehat ditangkap Kepala Sekolah.  Woro woro di Whatshaps pun melayang. Yang pada intinya setiap permasalahan siswa tidak usah diumbar. Perlu penangangan perjenjang bukan posting memposting menjadi tolak ukuran.

Saya sadar selaku kesiswaan amat berat menghadapi kompleksitas permasalah kesiswaan. Wajar 730 siswa dan ada 21 rombel di sekolah  kami. Walaupun demikian, tentu sistem kesiswaan  sudah ada baik masalah  penangangan siswa maupun Tata tertib siswa yang diwujudkan melalui Buku Kendali Siswa. Media maupun sistem kesiswaan sudah dibuat. Namun itu tidak cukup dalam keadaan normal dan wajar.

Kini masa pasca pandemi atau pasca pembelajaran ala Daring. Nampak nyata terasa dialami sekolah kami. Butuh ekstra kuat, serta kerja sama yang solid dalam masalah kehadiran alias lemahnya motivasi belajar dan kesadaran siswa untuk mematuhi tata tertib sekolah.

   Kesiswaan dan BK bahu membahu dalam langkah dan tindakan nyata. Ditambah bersama wali kelas memberikan efek jera berdasarkan SOP penangan siswa. Mulai dari nasehat, panggilan orang tua  1, 2, dan 3 adalah pinal dalam pengembalian orang tua. Langkah jitu diperlukan dalam setiap tindakan. Tidak mempan dalam memberikan nasehat, himbau, seperti ada telingga kadang tidak mendengar itu yang terjadi pada beberapa oknum peserta didik,

Setelah diberlakukan sekolah Anti Perundungan disekolah kami, kami sadar tindakan kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Namun nampak jelas perbedaanya, banyak siswa belum sampai pada tarap berpikir rasionalalitas, masih banyak berpikir kultural. Ada beberapa wilayah atau desa cara penangan siswa harus dengan pendekatan keras, dibentak, dimaki jika perlu dengan kontak  fisik. Nah!, jika sudah terjadi , baru beberapa siswa yang berada di daerah tertentu.  sadar bahwa hal yang dilakukan  itu salah atau melanggar aturan.

Lalu pertanyaan saya selaku kesiswaan. Sampai kapan mindset siswa berubah? Sedangkan waktu berjalan... dilematis dan si mala kama.

Bagaiaman jika oknum guru melakukan tindakan kekerasan.. bukan berarti saya mendukung kekerasan. Tentu semua pihak menyalahkan oknum guru tersebut, dengan kata viralkan, perkusi. Namun, enth itu lembaga, orang perorangan atau kelompok masyarakat  tidak mau peduli ”akar masalah “ yang dihadapi oleh setiap permasalah guru.  Permasalah siswa seperti “Gunung Es” nampak sedikit dipermukaan. Namun, dalam didasar perut bumi. Guru kini terbatas ruang gerak dalam bertindak dalam menyikapi moral, sopan santun. Cukup kata nasehat dan bimbingan dan arahan. Jika butuh bimbingan arahkan saja ke ruang BK.  Tidak ada ditinggalkan namun dipindahkan.. jika orang tua sadar maka orang tua siswa mengajukan permohonan mengundurkan diri jika siswanya tidak bisa mengikuti tata tertib sekolah.  

 Miris dan menangis,  “ kita bertarung dengan keadaan.”. jika  saya selaku orang tua pada saat saya menangani siswa yang bermasalah. Kadang saya memposisikan saya selaku orangtua siswa. Namun, SOP penangan siswa terkadang diambang tolerasi mengingat pasca pandemi.

Namun, kita sadar sebagai pendidik  dan sebagai orang tua didalam rumah tangga. Tugas kita adalah sama-sama menjaga ektapet masa depan keluarga.  Entah berapa kata yang terucap untuk membangun anak bangsa, dalam ketidak tahuan, dalam melepaskan belenggu kemalasan.    

Pondok pesantren pertama adalah keluarga ( ayah dan ibu ), setelah itu adalah sekolah. Jangan menanggap semua baik-baik saja. Bapak ibu orang tua wali murid. Mereka 8 jam di lingkungan  sekolah. Di luar lingkungan sekolah ada teman bermain, teman sekolah,  ada gudjet di tangan mereka,  ada lingkungan yang memberikan warna  setelah lingkungan  sekolah.

Semoga guresan hati ini ada yang mendengar, baik orang tua , lembaga perlindungan anak,  atau LSM yang  terkait. Bapak ibu, Peserta didik  adalah ekstapet keluarga bahkan bangsa.  jika Bapak / Ibu guru melakukan tindakan tegas dalam penanganan moral, sopan santun terhadap peserta didik yang di indikasikan kekerasan. Tolong jangan di perkusi atau di goreng dimedia massa. Namun, cukup di tangani  oleh Dewan kehormatan Guru. Kecuali jika masalah atau pelanggaran mengenai pelecehan seksual hal itu ditindak tegas oleh pihak kepolisian.

 

Comments

PERTENGKARAN YANG SESUNGGUHNYA DIUSIA MUDA ADALAH PERKELAHIAN MENCAPAI MASA DEPAN

APA ITU “ NYELIMPOK “

CATATAN PRESTASI SISWA

PESONA KRUIKU