Fenomena Sosial di Era Digitalisasi

Image
           Tentang Literasi  Martha C. Pengington ( 1996:186 ) mengatakan bahwa, secara fakta dokumen tertulis dapat survive lebih lama dibandingkan manusia itu sendiri, karena bahasa tulisan mudah dipelihara dari generasi sesuatu ke generasi berikutnya. 

JUDUL TAK BERTUAN

 

JUDUL TAK BERTUAN 

OLEH : EKALAYA IRPAN P, S.Sos

 

Tepat hari selasa, 16 Maret 2020 catatan yang terlupakan dalam benak dan kenangan. Ujian sekolah merupakan puncak dari kegiatan KBM  selama tiga tahun. Tidak ada orang tua yang tidak ingin anaknya menjadi anak yang sukses. Sejuta harapan dan impian menjadi ekstapet dalam kelanjutan masa depan anak.  Orang tua adalah kunci sukses atau tidaknya masa depan anak. Terlepas  dari faktor-faktor lingkungan pergaulan, media masa maupun sekolah.

Sukse dan semoga menjadi manusia yang berguna bagi Nusa dan Bangsa. Itulah kata yang seiring kita dengar dalam setiap moment. Harapan dan impian seharusnya sejalan dengan proses menjadi manusia seutuhnya. Mengapa perlu menjadi manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya bukan berorientasi pada kecerdasan intlektual saja . Seberapa banyak manusia saat ini cerdas secara intlektual. namun kecerdasan ahlak dan sosial menjadi dilema dalam peradaban manusia.

Mungkin kita muak melihat keadaan anak, siswa yang larut dalam dunia ketidak patuhan dengan orang tua maupun  guru. Orang tua adalah simbul kekuatan dalam keluarga, sedangkan guru sumber kekuatan dalam sekolah.

Bagaimana jika anak kita dengan mudahnya membantah setiap perkataan orang tua, setiap nasehati seolah-olah angin lalu. Apakah orang lain bertanggung jawab?, tentu jawabannya adalah tanggung jawab orang tua. Begitu juga dengan di lingkungan sekolah. Memiliki berbagai macam aturan maupun tata tertib sekolah.  “Memanusiakan manusia!”, itu adalah kata tepat dalam menyikapi dinamika sosial yang ada.

Apakah anak yang telat pada saat Ujian cukup dinasehati ?

Apakah anak yang tidak masuk bisa dimaklumi ?

Apakah setiap tindakan siswa menjadi tangung jawab guru ?

Tanyakanlah dengan akal sehat masing-masing ?

 

Kita jangan terjebak dalam kata kredibilitas tanpa melihat kualitas, bukan berarti menjadi seorang malaikat atau menjadi seorang pahlawan di medan perang.

Entah... entah.. apakah hidup  cukup untuk  bermodal nama baik !

Dunia serba cepat penuh dengan teka teki ini, persaingan global menjadi-jadi. Wajib hukumnya mengedepankan skil dan kualitas. Jangan terjebak nama?, maksudnya!

Yang penting sekolah!

Yang penting lulus!

Yang penting kuliah!

Atau yang penting berijazah!

 

Emmm... dunia realitas keras, tanpa toleransi, tanpa pandang usia, tanpa pandang rupa?

Bagaimana persaingan hidup di era globalisasi saat ini?

Semua orang tua selalu mengingkan anaknya menjadi manusai mandiri dan sukses menjadi pribadi yang dewasa.

Namun, ada beberapa orang tua memanjakan anak dengan dalih  menyangi anak. Seperti memberikan smartphone tanpa control yang kuat. Melongkarkan anak dalam pergaulan entah pulang jam berapa, entah dengan siapa. Terkadang orang tua cuek dan tak peduli, super sibuk, entah apa alasan lagi. Mungkin negeri di awan sana.

Coba tarik napas perlahan-lahan, sudah berapa banyak anak korban maniak games, sudah berapa banyak siswa hamil diluar nikah, gagal  dalam menempuh pendidikan. Mereka adalah ekstapet keluarga.

“Sesal tiada guna. Ketika semuanya hancur, ketika semuanya tidak terkendali. Selalu mencari kambing hitam dalam setiap kesalahan.

“Wahai para orang tua!”. Mari kita mengontrol diri. Mari kita merungkan diri. Apa tujuan kita membentuk keluarga. Peradaban manusia diawali dari keluarga. Sedangkan pergaulan teman sepermainan, lingkungan sekolah serta media masa adalah media sosialisai tambahan setelah keluarga.

 

Jika kegagalan dan kegagalan di tunjukan ke pihak keluarga, pasti jawabannya itu tidak adil.

Sedangkan lingkungan anak memiliki media sosialisasi yang luas dan dinamis.

Inilah tugas pemangu kebijakan bisa mengidentifikasi setiap permasalahan sekolah?

Ujian Sekolah bagian otonomi sekolah yang esensinya sepenuhnya pihak sekolah memberikan penilain terhadap tumbuh kembangnya siswa. Baik penilaian kognitif, psikomotorik maupun afektif. Bukan disalah artikan sebagai wadah kebebasan tanpa batas, tanpa melihat tujuan dan kompas pendidikan.

Terjebak dalam “ pemikiran pragmatis, asal bapak senang”. Mohon maaf bukan maksud untuk menjust. Tetapi kaji dari setiap cermin yang ada. Tidak mungkin cermin terbelah dua atau cermin yang salah ketika buruk rupa. Hehe... jangan diambil hati tetapi itu fakta..didunia entah brata...

Maaf jika tulisan ini bermakna, karena kutulis dari kaca mata realitas

Maaf jika tulisan ini mengkritisi, karena demi masa depan anak cucu kita nanti

Maaf jika tulisan ini berbicara apa adanya tanpa bumbu rayuan belaka

Biarlah semoga amanah ini menjadi  bekal diakhir nanti.

 

 

 

 

Comments

PERTENGKARAN YANG SESUNGGUHNYA DIUSIA MUDA ADALAH PERKELAHIAN MENCAPAI MASA DEPAN

APA ITU “ NYELIMPOK “

CATATAN PRESTASI SISWA

PESONA KRUIKU