Fenomena Sosial di Era Digitalisasi
JUDUL TAK BERTUAN
- Get link
- X
- Other Apps
JUDUL TAK BERTUAN
OLEH : EKALAYA IRPAN P, S.Sos
Tepat hari selasa, 16 Maret 2020 catatan yang terlupakan
dalam benak dan kenangan. Ujian sekolah merupakan puncak dari kegiatan KBM selama tiga tahun. Tidak ada orang tua yang
tidak ingin anaknya menjadi anak yang sukses. Sejuta harapan dan impian menjadi
ekstapet dalam kelanjutan masa depan anak.
Orang tua adalah kunci sukses atau tidaknya masa depan anak. Terlepas dari faktor-faktor lingkungan pergaulan,
media masa maupun sekolah.
Sukse dan semoga menjadi manusia yang berguna bagi Nusa dan
Bangsa. Itulah kata yang seiring kita dengar dalam setiap moment. Harapan dan
impian seharusnya sejalan dengan proses menjadi manusia seutuhnya. Mengapa
perlu menjadi manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya bukan berorientasi pada
kecerdasan intlektual saja . Seberapa banyak manusia saat ini cerdas secara
intlektual. namun kecerdasan ahlak dan sosial menjadi dilema dalam peradaban
manusia.
Mungkin kita muak melihat keadaan anak, siswa yang larut
dalam dunia ketidak patuhan dengan orang tua maupun guru. Orang tua adalah simbul kekuatan dalam
keluarga, sedangkan guru sumber kekuatan dalam sekolah.
Bagaimana jika anak kita dengan mudahnya membantah setiap
perkataan orang tua, setiap nasehati seolah-olah angin lalu. Apakah orang lain
bertanggung jawab?, tentu jawabannya adalah tanggung jawab orang tua. Begitu
juga dengan di lingkungan sekolah. Memiliki berbagai macam aturan maupun tata
tertib sekolah. “Memanusiakan manusia!”,
itu adalah kata tepat dalam menyikapi dinamika sosial yang ada.
Apakah anak yang
telat pada saat Ujian cukup dinasehati ?
Apakah anak yang
tidak masuk bisa dimaklumi ?
Apakah setiap
tindakan siswa menjadi tangung jawab guru ?
Tanyakanlah dengan
akal sehat masing-masing ?
Kita jangan terjebak dalam kata kredibilitas tanpa melihat
kualitas, bukan berarti menjadi seorang malaikat atau menjadi seorang pahlawan
di medan perang.
Entah... entah.. apakah hidup
cukup untuk bermodal nama baik !
Dunia serba cepat penuh dengan teka teki ini, persaingan
global menjadi-jadi. Wajib hukumnya mengedepankan skil dan kualitas. Jangan
terjebak nama?, maksudnya!
Yang penting
sekolah!
Yang penting lulus!
Yang penting kuliah!
Atau yang penting
berijazah!
Emmm...
dunia realitas keras, tanpa toleransi, tanpa pandang usia, tanpa pandang rupa?
Bagaimana
persaingan hidup di era globalisasi saat ini?
Semua
orang tua selalu mengingkan anaknya menjadi manusai mandiri dan sukses menjadi
pribadi yang dewasa.
Namun,
ada beberapa orang tua memanjakan anak dengan dalih menyangi anak. Seperti memberikan smartphone
tanpa control yang kuat. Melongkarkan anak dalam pergaulan entah pulang jam
berapa, entah dengan siapa. Terkadang orang tua cuek dan tak peduli, super
sibuk, entah apa alasan lagi. Mungkin negeri di awan sana.
Coba tarik napas perlahan-lahan, sudah berapa banyak anak korban maniak games, sudah berapa banyak siswa hamil diluar nikah, gagal dalam menempuh pendidikan. Mereka adalah ekstapet keluarga.
“Sesal
tiada guna. Ketika semuanya hancur, ketika semuanya tidak terkendali. Selalu
mencari kambing hitam dalam setiap kesalahan.
“Wahai para orang tua!”. Mari kita mengontrol diri. Mari kita merungkan diri. Apa tujuan kita membentuk keluarga. Peradaban manusia diawali dari keluarga. Sedangkan pergaulan teman sepermainan, lingkungan sekolah serta media masa adalah media sosialisai tambahan setelah keluarga.
Jika kegagalan dan kegagalan di tunjukan ke pihak
keluarga, pasti jawabannya itu tidak adil.
Sedangkan lingkungan anak memiliki media sosialisasi
yang luas dan dinamis.
Inilah tugas pemangu kebijakan bisa mengidentifikasi
setiap permasalahan sekolah?
Ujian
Sekolah bagian otonomi sekolah yang esensinya sepenuhnya pihak sekolah
memberikan penilain terhadap tumbuh kembangnya siswa. Baik penilaian kognitif,
psikomotorik maupun afektif. Bukan disalah artikan sebagai wadah kebebasan
tanpa batas, tanpa melihat tujuan dan kompas pendidikan.
Terjebak
dalam “ pemikiran pragmatis, asal bapak senang”. Mohon maaf bukan maksud untuk
menjust. Tetapi kaji dari setiap cermin yang ada. Tidak mungkin cermin terbelah
dua atau cermin yang salah ketika buruk rupa. Hehe... jangan diambil hati
tetapi itu fakta..didunia entah brata...
Maaf jika
tulisan ini bermakna, karena kutulis dari kaca mata realitas
Maaf jika
tulisan ini mengkritisi, karena demi masa depan anak cucu kita nanti
Maaf jika
tulisan ini berbicara apa adanya tanpa bumbu rayuan belaka
Biarlah
semoga amanah ini menjadi bekal diakhir
nanti.
Comments
Post a Comment