Fenomena Sosial di Era Digitalisasi

Image
           Tentang Literasi  Martha C. Pengington ( 1996:186 ) mengatakan bahwa, secara fakta dokumen tertulis dapat survive lebih lama dibandingkan manusia itu sendiri, karena bahasa tulisan mudah dipelihara dari generasi sesuatu ke generasi berikutnya. 

BUDAYA BAYA

 

BUDAYA BAYA

EKALAYA IRPAN PAMUJI,S.Sos



Dalam adat istiadat setiap Daerah memiliki ciri khas masing-masing. Demi keberlangsungan budaya dari ke generasi satu ke generasi selanjutnya. Tak ubahnya  seperti  teori siklus dalam Perubahan sosial. Berputar dan melinggar dan bergantian dalam menjaga dan melestarikan budaya. Contohnya ‘Budaya Baya Bujang atau Gadis”.  Khususnya di wilayah Krui Pesisir Barat Lampung.

Mungkin masih bertanya-tanya. Apa yang dimaksud dengan ‘Budaya Baya Bujang atau Gadis”. Menurut pengalaman pribadi budaya Baya Bujang atau Gadis adalah sekelompok muda-mudi berkumpul disuatu lingkungan, tempat tertentu, untuk membantu nyedu kupi, tatingkuan (mempersiapkan hidangan), ngekos (Membereskan hidangan ),ngecah pinggan (cuci piring) baik acara pernikahan maupun kematian.

Seiring perkembangan zaman dan semakin kompleks masyarakat. Maka budaya Baya Bujang atau Gadis. Semakin hari semakin digerus oleh berbagai distorsi (pengaruh) dari budaya luar.  Mengapa budaya Baya perlu dilestarikan ?,  jika kita merujuk pada Budaya Lampung. Ada      berapa  Falsafah Hidup Ulun Lampung termaktub dalam kitab Kuntara Raja Niti, yaitu:

  1. Piil-Pesenggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
  2. Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
  3. Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
  4. Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
  5. Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainny

          Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Lampung

 

Jika kita merujuk pada tampilan gambar diatas serta Falsafah Ulun Lampung pada point 4 Nengah Nyampur (Aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis) serta pada point 5 Sakai Sambaian ( gotong royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).  Hal yang sangat wajar jika baik bujang gadis maupun Bapak dan Ibu saling bahu membahu, tolong menolong serta bergaul. Karena memang masyarakat Lampung sejak dahulu secara turun temurun saling tolong menolong antara Individu,antar kelompok masyarakat. Maupun mudah dalam bergaul atau berinteraksi.

Sangat wajar jika masyarakat Lampung secara Keseluruhan memang suka bergaul dan saling tolong menolong baik dengan masyarakat pribumi maupun masyarakat pendatang.  Sesuai  dengan semboyan Provinsi Lampung  Sang Bumi Ruwa Jurai.  

Dengan adanya  Falsafah hidup Ulung Lampung diharapkan segala tindak tanduk baik secara individu maupun masyarakat Lampung pada Umumnya memahami  dan menjalani Falsafah yang dimaksud dalam kehidupan sehari-hari. tidak lain dan tidak bukan untuk memberikan kemaslahatan khususnya  bagi masyarakat Lampung itu sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

Comments

  1. wah, hebat budaya di lampung pak, di tempat saya di Rembang Jawa Tengah budaya baya itu sana dengan budata gugur gunung atau gotong royong

    ReplyDelete
    Replies
    1. kaya akan kearifan lokal. dengan nuansa saling tolong menolong dalam setiap moment. baik pernikahan maupun hal duka.

      Delete
  2. terima kasih, mba eka, sy jadi tahu ini semboyan provinsi lampung, bu, :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama-sama Bu, Agar masyarakat luas mengetahui Budaya Lampung Kental dengan nilai-nilai gotong royong dan saling asa,asih dan asuh

      Delete

Post a Comment

PERTENGKARAN YANG SESUNGGUHNYA DIUSIA MUDA ADALAH PERKELAHIAN MENCAPAI MASA DEPAN

APA ITU “ NYELIMPOK “

CATATAN PRESTASI SISWA

PESONA KRUIKU