Fenomena Sosial di Era Digitalisasi
Rindu
- Get link
- X
- Other Apps
Rindu
Oleh : Ekalaya Irpan Pamuji,S.Sos
Kutimang
– timang anakku sayang. Sepengkal lagu yang
menina bobokan sibuah hatiku. Mendengarkan suaramu nak, aku rindu! mulai rindu
yang senantiasa tidak terobati. Seperti seorang musafir berjalan dipadang
tandus dan kering di sengat panasnya matahari. Jika aku menatapmu nak, tak
kuasa air mataku berlinang. Membasahi wajahku yang sudah mulai nampak menua.
Ku
lihat jejak langkahmu mulai merangka, mulai belajar berbicara, kini sudah
tumbuh dewasa. Suaramu yang sahdu
menambah kerinduan akan cinta dan kasih sayangmu. Semoga suatu saat nanti
engkau membaca cerita hati ini. Cerita
seorang ayah berjuang demi keluarga dan sanak familinya.
10
Tahun berlalu dalam perjuangan mengadu asa, berpisah untuk sementara demi anak
negeri tercinta. Kala itu perjalanan jauh ku tempuh berjarak +145 Km. Kala itu kamu dan kakakmu
masih kecil . usiamu masih 1 Tahun dan kakakmu 1,8 Tahun. Waktu itu idealnya
sosok ayah selalu dipangkuan, selalu mengajari, selalu membimbing. Namun, waktu yang berbicara. Terkadang 1
minggu bertemu, terkadang 2 minggu baru bertemu. Bahkan 1 bulan berlalu.
Ketika kerinduanku hadir
dengan tiba-tiba. Aku selalu mengadu akan syair dan nada dalam setiap doa.
Semoga kelak engkau tumbuh dewasa menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat
maupun Negara. Rindu yang tak terbatas pada sekat waktu, rindu yang tak terbatas
jarak dan usia. Ia selalu melekat dalam sanubari, melekat dalam tindakan.
Kerinduan
ku padamu nak!. Ku untai dalam sajak, ku panjatkan dalam doa, ku relakan dalam
setiap perjuangan demi masadepan. Ayahmu
memang tidak melahirkanmu. Tidak
pula setia mendampingmu dalam tidurmu, tidak setia dalam cerita dongeng
kesukaanmu. Namun, ayah mu berjuang tanpa lelah agar engkau bisa tersenyum lepas.
Berjuang, itu adalah kata yang pantas bagi ayahmu, berjuang adalah bagian ikhtiar dan berusaha.
Tiada kesuksesan tanpa pengorbanan. Pengorbanan rasa rindu yang tak
tertahankan, pengorbanan tarikan gas roda dua saat-saat diperjalanan
antara Krui dan Muaradua. Sepengkal
kisah dalam pengabdian untuk mencapai asa dinegeri orang.
Abdi
Negara adalah janjiku, pengabdian adalah sumpahku, kesetian pada bangsa dan
negara adalah jiwa yang senantiasa terpatri dalam raga. Kisah itu kini sebagai
catatan hidup. Kini kita bisa bertemu kembali setelah sekian lama berpisah.
Kini sudah kembali kekampung halaman, Tepatnya lima tahun yang lalu Tahun 2015.
Hujan
dan badai itu adalah keadaan alam. Kehujanan adalah hal biasa dalam perjalanan.
Rasa nyantuk dan lelah adalah irama dalam kesahduan perjuangan. Berhenti dan
sejenak istirahat untuk melepas lelah itu adalah melodi dalam perjalanan.
Setiap gubuk sudah disinggahi apalagi sekedar tidur-tiduran atau rebahan.
Jalan
berliku dan berkeluk menambah cerita lika liku dalam sebuah perjalanan. Iya,
jalan Liwa Krui namanya menikung dan berbelok ada kisaran belasan kelokan kanan dan kiri. Jika belum terbiasa
bersiap-siaplah mengeluarkan sesuatu. Off, maaf bukan maksud tidak sopan!.
Namun, itulah realitasnya.
Masa sulit itu sudah berlalu. Kuabadikan dalam
tulisan agar kelak. Kalian rindu nak. Rindu akan sebuah perjuangan. Rindu akan
sebuah pengorbanan, rindu akan sosok seseorang, rindu akan rasa syukur, rindu
akan perjalanan, rindu akan tali persahabatan. Terangkum dalam diare catatan
kehidupan. Sisa-sisa perjalanan Krui -Muaradua-
Kotabatu.
Kotabatu, 2010 sd 2015
Comments
Rindu yg trbalas dg senyum kbhgiaan..
ReplyDeleteWow luar biasa ...ayahanda....alunan kata yang membahana..sangat menggetarkan jiwa yg membaca
ReplyDeleteRindu.
ReplyDeleteMengena banget kata katanya
Belum.ada foto dan tagarnya ya Pak
ReplyDeleteSemangat
Perjuangan ayah, tgl fotonya pak
ReplyDeletetulisan yg bagus, rindu
ReplyDelete