Fenomena Sosial di Era Digitalisasi

Image
           Tentang Literasi  Martha C. Pengington ( 1996:186 ) mengatakan bahwa, secara fakta dokumen tertulis dapat survive lebih lama dibandingkan manusia itu sendiri, karena bahasa tulisan mudah dipelihara dari generasi sesuatu ke generasi berikutnya. 

Manfaatkan  Media Sosial sebagai Value untuk  individu  dan masyarakat
Oleh : Ekalaya Irpan Pamuji,S.Sos

Ilustrasi dari Google
 Gadget merupakan salah satu kebutuhan sekunder pada awal mulanya. Namun, seiring perkembangan Zaman dan merambahnya wabah Virus Corrona ini. Hingga kepelosok Negeri. Menjadikan Gadget sebagai sarana vital dan bahkan hukumnya wajib. Kenapa tidak !, hingga detik ini suasana Daring (dalam Jaringan) masih berlanjut dalam suasana belajar jarak jauh ( BJJ ).
Dalam keseharian baik anak usia dini sampai orang dewasa bahkan nenek, kakek sudah mengenal apa itu gadget, apa itu smartphone ?. semua kalangan sudah tidak cangkung lagi dalam cara pengunaannya. Rasanya seperti, ‘kehilangan sesuatu’ jika kita seharian tidak memegang gadget atau smarphone.
                Namun, dalam perjalannya ibu – ibu , emak – emak atau remaja gadis belia kini sepertinya sudah terkena candu tik tok sebagai media hiburan didunia maya. Sambil selfi atau menari –nari di jembatan dengan maksud hiburan dan menunjukan posisi dan tempat. Ini lho gue disini, emm geu laper bro, atau foto berbagai hidangan makanan sambil selfi dengan kawan – kawan. Memang benar sih!, tidak ada salahnya selagi tidak mengangu ketertiban umum. Dengan dalih hiburan atau sekedar mencari angin segar  untuk menghilangkan kepenatan dalam perjalan jauh baik dengan  kendaraan roda dua tau roda empat. ?
                Pertanyaan sekarang ?, berapa banyak moment  yang begitu penting dibukukan atau hanya sekedar di posting. Dengan berbagai fitur yang tersedia di gadget atau smartphone sudahkah kita memilkik postingan yang bernilai Value demi diri, keluarga, masyarakat .
Value apa yang bermakna, banyak nilai yan bermakna dalam memanfaatkan media Sosial. Sebagai sarana Bisnis, Edukasi, Webinar, dsbnya. Bukan hanya sekedar hiburan atau mengungapkan perasaaan atau curhat di Media Sosial. Sebelum lahirnya Gadget. Lahir terlebih dahulu telpon gengam Rumahan atau telpon Umum dengan bermodal recehan di Era Tahun 1995 . kini bak jamur di musim penghujan. Varian Gadget berupa Laptop, PC, Smartphone dengan harga yang di bandrol harga merakyat sampai hargai selangit ada. Di sesuaikan selera dan isi dompet anda.
Menurut Pak Cahyadi Takariawan, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam Menggabungkan Budaya Literasi dengan medsos pada acara Kuliah Umum, pada hari Minggu, 26 Juli 2020 yang disiarkan secara Live di Zoom Meeting , yaitu :

1.       Jika memposting di Medsos hal yang positif saja
2.       Bukan sekedar memposting Status Semata yang tiada guna. Misalnya Gue laper, Gue Bete, Makan Yuk!, merasa Sedih !,
3.       Jika seorang penulis menulis artikel 2 dalam sehari. Pagi 1 artikel dan malam 1 artikel jika dikumpulkan dalam jangka 100 hari bisa menjadi sebuah buku.
4.       Postinglah tentang cerpen, Artikel, sehingga budaya antara budaya Literasi dengan Medsos tidak tertinggal.
5.       Manfaatkan jamaah Facebook di Indonesia jika berteman di facebook tidak memandang apah teman jauh, teman dekat yang penting berteman. Berbeda dengan orang luar negeri. Dalam diskusi Pak Cah dengan seorang Makmum di salah satu masjdi Di Washinton Dc. Beliau berkata. Waw teman ku sudah ada 50 pertemanan  di Facebook sehingga merasa heboh. Namun, sebaliknya di masyarakat kita banyak pertemanan namun kurang kenal atau bahkan yang penting ada kawan  di facebook.
Lanjut dalam forum Kuliah Umum melalui zoom Meeting, ada kata kunci dalam forum diskusi tersebut yang di sampaikan oleh Pak Cahyadi Takariawan Penulis buku 55 Wonderful Series. Beliau mengutip dari pendapat  Netposmen : “mengali lubang Budaya kita sendiri. Jika meningalkan budaya Literasi”
Apa maksud dari kalimat tersebut. Jika Media Sosial dijadikan sarana Hiburan semata, sama halnya kita melewati setiap moment yang bersejarah tanpa Dokumentasi. Mudah kehilangan arah atau bahkan jati diri. Artinya kita sebagai Generasi Penerus bangsa sudah seyogyanya   sebagai Subjek      ( Pelaku dalam Agent Perubahan ) bukan sebagai objek ( sasaran ) dari sebuah objek pembangunan.

Ambil!, Estapet perjuangan itu wahai anak mudah !
Selamat berkarya

Pemerihan, 2 Agustus 2020

                           


Comments

PERTENGKARAN YANG SESUNGGUHNYA DIUSIA MUDA ADALAH PERKELAHIAN MENCAPAI MASA DEPAN

APA ITU “ NYELIMPOK “

CATATAN PRESTASI SISWA

PESONA KRUIKU