Fenomena Sosial di Era Digitalisasi

Image
           Tentang Literasi  Martha C. Pengington ( 1996:186 ) mengatakan bahwa, secara fakta dokumen tertulis dapat survive lebih lama dibandingkan manusia itu sendiri, karena bahasa tulisan mudah dipelihara dari generasi sesuatu ke generasi berikutnya. 





Moment PPDB merupakan hal terpenting dalam persiapan Penerimaan Pesertda Didik Baru,  hal tersebut adalah hal terpenting dalam pijakan 3 tahun kedepan. Mengapa demikian ya tentu jawabnya semakin banyak siswa tentu berpengaruh pada jumlah Penerimaan pada  nilai BOS     ( Bantuan Operasional Sekolah ) baik sekolah negeri maupun sekolah swasta. Hari itu tepat pda hari Jumat, Tanggal 16 Mei 2020 atau 22 Ramadhan 1441 Hijriah. Setelah sholat Jum’at kami berdua berinisiatif untk menyebarkann Brosur Sosialiasi PPDB tingkat SMA N diwilayah Kec. Pesisir Selatan yang akan disebar kebeberapa Sekolah SMP maupun MTs dilingkungan Kec. Pesisir Selatan. Ya anggap aja ngababurit.. pungkas saya dengan teman saya yang bernama tari.  “ Tari, gimana setelah bakda sholat Jumat kita sebar Brosur PPDB. Gimana Tar!” langsung dijawab oleh tari.  engak jadi masalah bro pungkasnya.
Wihhh, panas juga bro ! . motor sudah mulai distater...bremmm –bremmm.. wah jadi dah kita ngababurit. Yoi jawab, tari !. ehhh.. seraya mengela nafas . kenapa bro ? ya menginatkan saya pada kegiatan 8  Tahun yang lalu.. kenapa bro.. biasa penuh dengan kenangan.. seraya kami berdua mengobrol diatas motor Yamaha  Mionya keluaran 2018.

Kala  itu disemseter 7 saya sudah mulai bekerja.. dalam benak saya yang penting kerja.. entah itu sistem gaji yang sudah jelas apa belum yang penting kerja. Waktu itu saya menjadi seorang Sales.. ya tahulah Sales. Engak ada Gaji Bulanan yang ada sistem komisi. Artinya berapa produk yang terjual itulah keuntungan yang diperoleh pada saat ngeles tau berjaualan produk. Mungkin kawan-kawan kampus banyak yang ngejek atau apalah istilahnya. Namun, dalam benak saya . saya sadar rasa malu dan jaim pasti ada  bayangkan calon Sarjana Sosial Kerjaanya jadi seorang Seles. Saat itu, saya tidak merasa malu maupun minder. Yang ada dalam benak saya yang penting saya tidak merepotkan lagi orang tua, belajar mandiri mengurangi ketergantungan terhadap bantuan orangtua. Pernah saat itu saya berjualan dalam satu minggu satupun tidak ada yang laku, bayangkan dari pagi sampai malam. Belum lagi setelah pulang dari lapangan harus evaluasi lagi sampai – sampai pulang jam 10 an.. belum lagi kalau jualannya di gedung.  Jadi sistemnya petak umpet. Seperti kucing dan tikus.. waw.. jualan di gedung  tantangannya dengan Satpam. Dari dimarahi, dimaki, sampai –sampai ribut itu manjadi pemadangan hal yang biasa, dalam dunia lapangan.
 Ya itu lah tar, sekelumit cerita tentang kehidupan saya  selama 8 Tahun yang lalu penuh perjuangan lelah dan letih. Mental sudah terbiasa mendengarkan kata “tidak”, dari setiap jawaban konsumen. Kalau hari ini kita hanya menyebarkan  brosur.. hehee.. belum ada apa-apanya tar. Pungkas ku sambil Tari  bersimpu heran dan kaget dengaan kisah masa laluku.

Lanjut cerita, dari beberapa sekolah yang saya kunjungi ada beberapa sekolah yang menurut saya sangat memprihatinkan. Mulai dari Gedung Sekolah Madrasa Ibtidia yang hanya peratapkan seng, dan dinding mengunakan papan serta skat ruang yang tidak memadai. Miris hati melihat wajah pendidikan di Wilayah Kec. Pesisir Selatan walaupun notabenya banyak sekolah berstatus Swasta. Walaupun sekolah Negeri ada tetapi tidak menjangkau rasio jumlah penduduk dan luas wilayah. Didalam benak saya. Bagaimana cara mengajar dengan situasi dan kondisi yang sempit. Apalagi mengajar di tingkat  Ibtidaiah setingkat SD lah!. Bukan maksud hati mempropokasi . tetapi memang benar adanya. Ruang kantor, ruang mengajar, dan ruang perpustakaan yang menurut saya belum memadai. Baik dari sarana maupun prasarana , tentu berimbas pada kenyamanan siswa . Dalam dikegelisahan hati.. kenapa wajah pendidikan kita seperti ini. Mungkin, atau hanya dalam batas kewajaran yang diakibatkan berstatus Sekolah Swasta. Masih adakah yang peduli ? . jika kita berbicara dunia pendidikan maka kita akan berbicara dengan kualitas dan masadepan anak serta generasi selanjutnya.

 Namun, jika kita menelaah bahwa pendidikan itu berjenjang. Mulai dari TK, SD, SMP sampai dengan SMA. Nah!, dengan wajah ketimpangan di satu jenjang, mulai dari SD dan SMP/ MTs. Bagaimana akan menghasilkan satu jenjang berikutnya akan baik. Atau setidaknya memiliki standar minimal lha. Agar tidak ada ketimpangan antara pendidikan Negeri atau Swasta. Disinilah letak naluri kita berbicara..why ? ya, tentu jawabkan akan berdampak pada jenjang berikutnya yaitu pada tingkat SMA. Mengapa demikian!,  jawabannya berpengaruh pada pertumbuhan dan dinamika dijenjang SMA. Ya karena pada tingkat SMA . siswa sudah mulai berpikir logis, kritis dan analitis. Bukan sebaliknya. Membaca saja ada beberapa siswa yang masih terbata-bata.bukan maksud menjust atau menghakimi siswa lho.hal ini ada beberapa indikator yang perlu dicari. Alasan logis yang tepat bukan menebar isu . menurut penulis ada beberapa indikator yang menyebabkan tersendatnya beberapa siswa untuk membaca dengan lancar dan baik.
1. Kurangnya perhatian orang tua / walimurid terhadap perkembangan tumbuh anak
2. Tidak memadai fasilitas perpustakaan pada tingkat Satuan pendidikan
3. Minat membaca dan menulis  masih rendah
4.  Komunikasi dua arah perlu ditingkatkan
5. Orang tua beranggapan semua tugas mendidik diserahkan sepenuhnya kepada  seluruh dewan guru
6. Kurang perhatain Pemerintah Daerah dalam dunia pendidikan di satuan pendidikan swasta
7. Daya kritis masyrakat rendah terhadap kuantitas maupun kualitas pendidikan di satuan pendidikan swasta.


 By, Ekalaya Irpan Pamuji,S.Sos
Pesisir Selatan, 17 Mei 2020

Comments

PERTENGKARAN YANG SESUNGGUHNYA DIUSIA MUDA ADALAH PERKELAHIAN MENCAPAI MASA DEPAN

APA ITU “ NYELIMPOK “

CATATAN PRESTASI SISWA

PESONA KRUIKU